Kejagung Klarifikasi Kabar OTT di Bandung, Tegaskan Tak Ada Penangkapan Pejabat
radarbandung.web.id Isu mengenai dugaan operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan pejabat Pemerintah Kota Bandung sempat menggegerkan publik. Dalam waktu singkat, kabar tersebut menyebar luas di berbagai platform media sosial dan grup percakapan publik. Namun, Kejaksaan Agung (Kejagung) segera memberikan klarifikasi resmi untuk meluruskan informasi yang dinilai tidak akurat tersebut.
Melalui siaran pers yang dikeluarkan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, pihaknya dengan tegas membantah adanya kegiatan OTT di wilayah Bandung. Ia menegaskan bahwa tidak ada penangkapan terhadap pejabat mana pun, termasuk terhadap Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, sebagaimana ramai diberitakan sebelumnya.
Klarifikasi Resmi dari Kejagung
Menurut penjelasan Anang, Erwin memang tengah berada di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bandung, namun kehadirannya bukan dalam konteks penangkapan atau OTT. Ia datang untuk dimintai keterangan terkait sejumlah hal yang tengah ditangani oleh Kejari setempat.
“Erwin diperiksa oleh tim Kejari Kota Bandung. Jadi bukan ditangkap atau diamankan melalui OTT seperti yang ramai diberitakan,” tegas Anang dalam keterangan tertulis.
Ia juga menambahkan bahwa proses pemeriksaan dilakukan secara resmi sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku. Tidak ada tindakan penahanan ataupun penggeledahan yang dilakukan terhadap yang bersangkutan.
Pernyataan ini sekaligus menepis rumor yang sempat berkembang bahwa Kejaksaan tengah melakukan operasi khusus di lingkungan Pemerintah Kota Bandung. “Kabar OTT itu tidak benar. Kami pastikan kegiatan yang dilakukan hanyalah pemanggilan untuk klarifikasi dan pendalaman informasi,” jelasnya.
Kronologi Munculnya Isu OTT
Isu OTT bermula dari beredarnya sejumlah pesan di media sosial yang menyebutkan bahwa Kejaksaan Agung melakukan operasi tangkap tangan di Bandung. Dalam pesan tersebut, nama Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, turut disebut sebagai pihak yang diamankan bersama beberapa pejabat lainnya.
Kabar ini sontak menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat, terutama warga Bandung yang khawatir terjadi kasus korupsi di lingkungan pemerintahan kota. Beberapa media daring bahkan sempat menayangkan berita singkat berdasarkan sumber tidak resmi tanpa konfirmasi langsung ke pihak Kejaksaan.
Menanggapi hal tersebut, Kejagung langsung mengeluarkan klarifikasi resmi untuk menegaskan bahwa tidak ada kegiatan OTT sama sekali. Langkah cepat ini diambil untuk mencegah kesalahpahaman publik yang bisa memperburuk situasi dan merusak reputasi institusi maupun individu yang disebutkan.
Pemeriksaan untuk Klarifikasi, Bukan Penindakan
Pihak Kejari Kota Bandung menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap Erwin dilakukan sebagai bagian dari proses klarifikasi administrasi terhadap beberapa dokumen proyek di lingkungan pemerintah kota.
Seorang pejabat di Kejari Bandung, yang enggan disebutkan namanya, mengungkapkan bahwa kegiatan tersebut merupakan bagian dari prosedur rutin untuk menindaklanjuti laporan masyarakat. “Kami hanya meminta keterangan untuk memastikan bahwa semua prosedur dijalankan dengan benar. Tidak ada status hukum apa pun yang dikenakan,” ujarnya.
Dengan demikian, pemeriksaan ini bukanlah indikasi adanya tindak pidana, melainkan langkah preventif untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran publik.
Reaksi Pemerintah Kota Bandung
Pemerintah Kota Bandung melalui perwakilan humasnya juga menyampaikan klarifikasi senada. Mereka menegaskan bahwa Wakil Wali Kota Erwin datang secara kooperatif untuk memenuhi permintaan klarifikasi dari Kejari.
“Pak Erwin hadir dengan itikad baik. Beliau memberikan keterangan yang diperlukan dan setelah itu kembali beraktivitas seperti biasa. Jadi, tidak benar kalau disebut beliau ditangkap,” kata juru bicara Pemkot Bandung.
Pihaknya juga berharap masyarakat tidak mudah mempercayai informasi yang beredar tanpa konfirmasi dari sumber resmi. “Kami mengimbau agar masyarakat selalu memeriksa keabsahan informasi sebelum menyebarkannya, terutama yang menyangkut nama baik pejabat publik,” tambahnya.
Fenomena Mispersepsi Publik terhadap OTT
Peristiwa ini menunjukkan bagaimana istilah “OTT” sering kali disalahartikan dan digunakan secara sembarangan oleh pihak-pihak yang tidak memahami konteks hukum. Dalam praktiknya, operasi tangkap tangan merupakan tindakan penegakan hukum yang dilakukan berdasarkan bukti kuat adanya transaksi atau peristiwa tindak pidana korupsi secara langsung.
Dalam kasus di Bandung, tidak ada situasi semacam itu. Pemeriksaan yang dilakukan Kejari adalah klarifikasi administratif, bukan tindakan penindakan hukum. Hal ini kembali menegaskan pentingnya literasi hukum dan keakuratan pemberitaan di tengah masyarakat.
Pengamat hukum dari Universitas Padjadjaran menilai bahwa kesalahan persepsi publik ini perlu menjadi perhatian serius. “Kejaksaan seharusnya terus melakukan komunikasi publik yang transparan, agar tidak muncul ruang spekulasi. Tapi di sisi lain, media juga wajib berhati-hati dalam menggunakan istilah hukum agar tidak menimbulkan kesalahpahaman,” ujarnya.
Pentingnya Verifikasi Informasi
Kejadian ini menjadi pengingat betapa cepatnya informasi bisa menyebar tanpa verifikasi di era digital. Dalam hitungan menit, kabar yang tidak akurat dapat viral dan menciptakan opini publik yang menyesatkan.
Kejagung menegaskan bahwa pihaknya selalu terbuka terhadap pengawasan publik, namun menolak segala bentuk disinformasi yang dapat mencoreng kredibilitas institusi penegak hukum. “Kami tidak menutup-nutupi apa pun. Tapi jangan sampai informasi yang tidak benar justru menciptakan kegaduhan,” tegas Anang Supriatna.
Penutup
Kasus dugaan OTT di Bandung ini akhirnya terbukti hanya sebagai kesalahpahaman. Kejagung telah memastikan bahwa tidak ada pejabat yang ditangkap atau ditahan. Pemeriksaan yang dilakukan hanyalah bagian dari mekanisme rutin klarifikasi.
Peristiwa ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak untuk berhati-hati dalam menerima dan menyebarkan informasi. Di tengah derasnya arus berita cepat, akurasi tetap harus menjadi prioritas. Hanya dengan verifikasi yang tepat, kepercayaan publik terhadap lembaga hukum dan pemerintahan bisa tetap terjaga.

Cek Juga Artikel Dari Platform rumahjurnal.online
