Anggaran Sampah Bandung Rp 300 M: Farhan Jawab Kritik Dedi Mulyadi
radarbandung.web.id Pengelolaan sampah di Kota Bandung kembali menjadi sorotan publik setelah kritik dilontarkan oleh tokoh Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Ia menilai bahwa Bandung seharusnya mampu mengalokasikan anggaran besar untuk mengatasi persoalan sampah karena memiliki APBD yang jauh lebih tinggi dibanding banyak daerah lain. Menurut pandangannya, ukuran kota besar seperti Bandung menuntut pengelolaan yang lebih serius.
Dalam pernyataannya, Dedi Mulyadi menyebut besaran APBD Kota Bandung yang mencapai angka sekitar tujuh koma delapan triliun rupiah. Dengan anggaran sebesar itu, menurutnya, pengelolaan sampah seharusnya memperoleh porsi yang jauh lebih besar. Ia menilai bahwa dana antara dua ratus miliar hingga tiga ratus miliar rupiah pantas disiapkan untuk menangani permasalahan sampah secara komprehensif.
Kritik tersebut memicu perbincangan hangat di berbagai kalangan. Beragam pihak mulai mempertanyakan kembali prioritas pengeluaran kota dan tingkat efektivitas penanganan sampah yang selama ini berjalan. Situasi ini membuat Pemerintah Kota Bandung merasa perlu memberikan penjelasan terbuka kepada masyarakat.
Farhan Menegaskan Anggaran Sampah Sudah Mencapai Rp 300 Miliar
Wali Kota Bandung Muhammad Farhan memberikan respons yang cukup tegas. Ia memastikan bahwa alokasi anggaran untuk sektor pengelolaan sampah sudah mencapai angka yang disampaikan Dedi Mulyadi. Pemerintah kota menggelontorkan dana sekitar tiga ratus miliar rupiah untuk penanganan sampah.
Penegasan ini bukan sekadar bantahan, tetapi juga bentuk klarifikasi agar masyarakat memperoleh gambaran yang benar mengenai kebijakan anggaran kota. Farhan menyebut bahwa alokasi tersebut mencakup berbagai program pengelolaan, mulai dari pengangkutan, pengolahan, hingga pembangunan fasilitas-fasilitas baru. Dengan anggaran sebesar itu, Pemkot Bandung ingin memastikan bahwa isu sampah tidak menjadi masalah yang semakin sulit dikendalikan.
Ia menjelaskan bahwa anggaran tersebut terus dipantau secara rutin. Pemerintah kota berupaya agar setiap rupiah yang dialokasikan benar-benar digunakan untuk menekan volume sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir. Tantangan terbesar adalah memastikan sistem pengelolaan mampu mengimbangi produksi sampah yang terus meningkat seiring pertumbuhan kota.
Tantangan Besar Pengelolaan Sampah di Kota Bandung
Kota Bandung menghasilkan ribuan ton sampah setiap minggu. Kegiatan ekonomi yang berkembang, kepadatan penduduk, serta tingginya aktivitas masyarakat membuat kota ini harus bekerja lebih keras menjaga kebersihan. Pengangkutan sampah, pengelolaan TPS, pengurangan sampah organik, dan pengolahan residu menjadi persoalan berlapis yang membutuhkan pembiayaan besar.
Selain volume sampah yang tinggi, keterbatasan kapasitas Tempat Pembuangan Akhir ikut menjadi penghambat. Ketika kuota pengangkutan dibatasi, sampah yang menumpuk di TPS lebih cepat muncul. Kondisi tersebut mengharuskan pemerintah kota mencari alternatif penanganan lain, termasuk dengan membangun fasilitas pengolahan mandiri di beberapa titik.
Persoalan lain muncul pada kebiasaan membuang sampah sembarangan. Titik sampah liar masih ditemukan di beberapa lokasi. Tanpa edukasi yang berkelanjutan, perilaku tersebut akan terus muncul dan memperparah kondisi kota. Pemerintah kota berharap kerja sama masyarakat dapat membantu mengurangi beban sistem pengelolaan sampah.
Anggaran Rp 300 Miliar Digunakan untuk Apa Saja?
Alokasi anggaran yang diklaim Pemkot Bandung mencakup berbagai aspek. Besarnya anggaran bukan hanya untuk aktivitas pengangkutan harian, tetapi juga pengembangan fasilitas pengolahan baru. Teknologi pengolahan sampah menjadi hal penting karena volume sampah kota terus naik dari waktu ke waktu.
Sebagian besar anggaran difokuskan pada pengelolaan sampah organik. Kota Bandung sedang menggalakkan pemrosesan organik di tingkat kelurahan, RW, dan TPS terpadu. Teknologi komposter, biodigester, hingga sistem pemilahan otomatis mulai diperkenalkan agar sampah organik tidak langsung masuk ke residu.
Dana juga dialokasikan untuk pengadaan armada baru. Kendaraan pengangkut sampah harus selalu dalam kondisi siap sehingga penumpukan tidak terjadi lebih lama. Pemerintah kota menilai keberadaan armada modern menjadi bagian penting untuk menjaga ritme pengangkutan.
Selain itu, anggaran turut digunakan untuk perawatan fasilitas TPS, pembangunan unit insinerator, serta peningkatan kapasitas fasilitas yang sudah ada. Seluruh program ini diharapkan mampu menyeimbangkan antara jumlah sampah harian dan kapasitas pengolahannya.
Pentingnya Transparansi dan Evaluasi Rutin
Dalam situasi seperti ini, transparansi menjadi hal yang tidak bisa diabaikan. Publik berhak mengetahui bagaimana anggaran ratusan miliar rupiah itu digunakan. Karena itu, Pemkot Bandung berencana melibatkan berbagai pihak untuk melakukan evaluasi secara terpadu. Pengawasan dinilai penting agar hasil yang diperoleh sesuai target dan tidak terjadi penyimpangan.
Pelaporan berkala mengenai perkembangan proyek, kapasitas pengolahan, dan efektivitas penggunaan anggaran akan menjadi bagian penting dari keterbukaan informasi. Masyarakat perlu mengetahui apakah program berjalan sesuai jadwal dan bagaimana dampaknya di lapangan.
Transparansi juga menjadi senjata untuk meredam kritik. Ketika masyarakat mengetahui fakta yang sebenarnya, polemik tidak mudah berkembang. Hal ini bisa memperkuat kepercayaan publik terhadap kebijakan pemerintah kota.
Kritik Sebagai Bahan Evaluasi untuk Perbaikan
Terlepas dari perdebatan, kritik dari Dedi Mulyadi dianggap sebagai peluang evaluasi. Pemerintah kota memandang kritik sebagai bahan introspeksi. Dengan adanya masukan, kebijakan pengelolaan sampah bisa ditinjau ulang dan diperbaiki sesuai kebutuhan.
Kota Bandung terus menghadapi tantangan lingkungan yang kompleks. Kritik konstruktif dapat membantu memperkuat perencanaan dan mengembangkan solusi alternatif. Dengan komunikasi yang baik, kritik dan klarifikasi dapat berjalan berdampingan.
Kesimpulan: Anggaran Besar Bukan Satu-Satunya Solusi
Dengan alokasi anggaran sekitar tiga ratus miliar rupiah, Pemerintah Kota Bandung menunjukkan komitmen serius dalam pengelolaan sampah. Namun anggaran saja tidak cukup. Diperlukan kolaborasi masyarakat, teknologi yang tepat, serta pengelolaan terintegrasi agar persoalan ini bisa teratasi.
Dialog antara pemerintah dan pengamat seperti Dedi Mulyadi seharusnya menjadi langkah menuju solusi yang lebih baik. Dengan kerja sama dan keterbukaan, Bandung dapat menghadapi persoalan sampah secara lebih efektif dan berkelanjutan.

Cek Juga Artikel Dari Platform suarairama.com
